Pihak dari Dinas Ketahanan Pangan Lobar bersmaa PKK Desa Rumak saat mensosialisasikan dapur B2SA untuk menangani Stunting
LOMBOK BARAT – Ditengah gempuran pangan instan saat ini, Dinas Ketahanan Pangan Lombok Barat memiliki tantangan berat untuk membiasakan masyarakat mengkonsumsi pangan yang B2SA atau Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman. Sebuah konsep pola konsumsi pangan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat.
Pangan B2SA ini memanfaatkan bahan pangan murah dan mudah didapat yang ada di lingkungan sekitar. Program ini juga dikembangkan untuk menangani permasalahan stunting di desa-desa. Untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran warga tentang pangan B2SA ini, Dinas Ketahanan Pangan Lobar menggandeng PKK desa hingga gencar mengedukasi masyarakat melalui media sosial tentang bagiamana jenis dan cara membuat panganan B2SA.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Lobar H. Afgan Kusumanegara, SP., mengatakan bahwa pihaknya memiliki program dapur B2SA bekerjasama dengan PKK desa. “Ada tujuh desa kami sasar (dapur B2SA),” kata Afgan, Rabu (19/11/2025).
Beberapa desa ini diantaranya, Rumak, Dasan Baru, Ombe Baru, Dasan Geres dan lainnya. Program yang didanai dari DBHCHT ini menyasar daerah yang menanam tembakau. Dan diarahkan bagi warga yang mengalami stunting di daerah-daerah tersebut.
Pihaknya meminta PKK desa untuk membuat olahan pangan, baik untuk lauk pauk dan sebagainya yang bahan bakunya berasal dari tanaman di lingkungan sekitar. Bahan baku banyak tersedia di desa itu, sehingga bisa didapat dengan mudah dan murah tanpa banyak biaya tambahan untuk pengolahannya. Bahan itu diolah menjadi pangan bergizi, dan aman.
Tantangannya saat ini masih banyak warga, menganggap bahwa makanan bergizi itu harus yang mahal-mahal. Padahal mereka kadang tidak tahu, di sekitar lingkungan ada sayur-sayuran bergizi, murah, dan mudah didapatkan. Dan jika diolah sedikit saja, bisa menjadi makanan enak dan bergizi.
“Dan itu kalau diberikan juga kepada ibu menyusui dan anak balita bisa sehat dan mengurangi stunting. Tapi ini banyak tidak tahu, dikira makanan bergizi itu yang mewah-mewah. Itu yang kita edukasi kepada masyarakat,” ujarnya.
Afgan mencontohkan, seperti daun tamanan bebele dan tahu. Rasanya tidak enak, jika dimakan tanpa sentuhan. Namun, kalau diolah, seperti tahu misalnya diolah dengan tambahan sayuran itu bisa menjadi enak dan bergizi. Ini kata dia, bisa diterapkan di MBG. Karena banyak anak-anak tidak suka makan sayur, mereka senang konsumsi daging saja. Akibatnya banyak sisa sayur yang terbuang. Namun, kalau tahu ini diolah di dalamnya ada sayur, rasanya enak dan bergizi tinggi.
“Tahu dan sayur diremas-remas dengan sayur, sehingga tidak kentara oleh murid ada sayur. Dibungkus pakai daun, tampilannya bagus, enak dan bergizi, model-model seperti itulah yang kita edukasi ke masyarakat,” jelasnya.
Ada juga bahan makanan di lingkungan sekitar yang oleh warga belum diketahui memiliki gizi tinggi, seperti siput sawah dan ikan teri. Kemudian ada juga buah labu, yang bisa diolah menjadi panganan murah, enak dan bergizi. Bisa juga hasil olahannya dijual.
“Itu kita ajarkan untuk diolah, tanpa biaya yang banyak, terjangkau oleh mereka, kita harapkan itu yang dijadikan menu makanan. Dan kalau lebih, itu bisa dijual,” imbuhnya.
Sehingga, kata dia, panganan seperti ini bisa dibuat oleh masyarakat berekonomi menengah ke bawah atau kalangan kurang mampu. Sehingga diharapkan sasaran diversifikasi pangan atau menu makanan ini bagi masyarakat menengah ke bawah, karena dari sisi ekonomi tidak mampu. Sementara jika warga menengah ke atas mampu membeli makanan jenis pangan yang mahal-mahal.
Tak sampai di situ, pihaknya juga memvideokan cara pembuatan pangan oleh PKK desa. Kemudian video itu disebarluaskan melalui media sosial untuk mengedukasi masyarakat tentang pembuatan pangan yang B2SA. Pihaknya juga telah memilih staf yang ahli memasak panganan lokal B2SA lalu cara memasak itu divideokan dan disebar melalui media sosial. Tujuannya untuk mengedukasi masyarakat, makanan itu bisa bagi ibu hamil, menyusui, balita untuk menambah gizi guna mencegah stunting.
Selain itu pihaknya mengembangkan panganan olahan dari Tomat. Ketika harga tomat anjlok, warga bisa mengolahnya menjadi manisan yang bisa dijual untuk menambah ekonomi keluarga. “Kami juga bikin panganan kukusan, dengan tagline kenyang tidak harus makan nasi, niat kami untuk edukasi masyarakat agar dikembangkan,” imbuhnya. (SN).


Komentar0