MATARAM - Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) NTB sekaligus Kepala Desa Senggigi, Mastur menjadi narasumber dalam acara Fokus Group Discussion (FGD) dengan tema "Upaya Perlindungan Hak Konstitusional Pemilih yang Sudah atau Pernah Menikah dibawah Umur" yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di hotel Fave Mataram, Kamis (22/08/2024).
Ketua KPU Provinsi NTB, Muhammad Khuwailid yang sekaligus membuka acara FGD tersebut mengatakan, acara ini bertujuan bagaimana mengupayakan secara maksimal terkait dengan perlindungan hak bagi para pemilih yang sudah atau pernah menikah dibawah umur.
Khuwailid juga menyebutkan, NTB pernah menjadi peringkat pertama provinsi dengan angka pernikahan anak dibawah umur tertinggi.
“NTB di tahun 2022 peringkat pertama dengan angka pernikahan anak dibawah umur tertinggi. Pengertian menikah disini menikah yang terlindungi hukum, dan yang mendapatkan dispensasi nikah di tahun 2024 hanya sebesar 384, namun ini belum merinci umur yang dibawah 17, jumlahnya lebih besar lagi” ujarnya.
Persoalan tersebut kemudian ditanggapi oleh akademisi UNU NTB, Irpan Suriadiata, yang menjelaskan faktor penyebab prevalensi pernikahan anak di bawah umur di NTB cukup tinggi.
“Faktor budaya masih kental, anak perempuan yang tak kunjung menikah bisa mendapat stigma negatif, lalu mudahnya akses informasi di medsos juga berpengaruh, kampanye nikah muda jadi mudah diakses dan mempengaruhi anak-anak untuk segera menikah tanpa sadar konsekuensi,” jelas Irpan.
Bawaslu NTB, yang diwakili oleh Hasan Basri, melihat fenomena pernikahan anak di bawah umur dari segi eligibilitas sebagai pemilih dalam Pemilu. Ia menyebut, mereka seharusnya bisa masuk ke dalam daftar pemilih, namun karena tidak adanya dokumen pernikahan, menjadi kendala bagi anak-anak tersebut untuk memperoleh hak pilihnya.
“Banyak yang secara de facto sudah menikah, tapi tidak punya dokumen dan tidak bisa masuk daftar pemilih, karena dokumen atau de jure itu yang menjadi dasar orang masuk ke daftar pemilih, ini seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memastikan hak pilihnya terjaga,” ujar Hasan.
Ketua APDESI NTB, Mastur mengatakan, peran kepala desa dalam memberikan perlindungan dan dukungan kepada pemilih yang sudah atau pernah menikah dibawah umur, adalah dengan menekankan kepada Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) agar benar-benar mendata terutama pemilih yang baru menikah.
"Walaupun masih dibawah umur, asalkan sudah menikah, itu kan sudah memiliki hal untuk memilih. Dari sanalah kita tekankan kepada Pantarlih untuk mendata mereka dengan baik," katanya.
Lebih lanjut, saat dilayangkan tema kolaborasi kepala desa dengan pihak-pihak terkait dalam mencegah kasus-kasus pernikahan dibawah umur, Mastur menekankan kepada para kepala dusun, para ketua RT dan penghulu di masing-masing dusun agar mengarahkan warganya untuk membuat surat Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama (PA).
"Banyak kasus terjadi, ada kepala dusun yang bermasalah karena memberikan izin warganya untuk menikah dibawah umur. Nah, ini yang tidak kita inginkan terjadi. Kalau masih berumur dibawah 19 tahun, kita arahkan saja untuk ke pengadilan Agama. Dengan begitu, pernikahan mereka akan tercatat di KUA, memiliki KTP dan menjadi wajib pilih, tandasnya. (SN).
Komentar0